Kertas Kecil
Kertas
kecil yang selalu terbuang menangis terisak-isak dikolong tempat sampah.
Hidupnya kini berbeda dari sebelumnya, dari ibu sang kayu menjadi kertas putih
dan suci kini terbawa angin, terombang-ambing di jalanan, debu dan asap membuat
dirinya ternoda seperti sampah yang hampir punah. Air hujan membuat dia kusut,
tapi terik matahari membuat dia kering berantakan.
Dulu
kertas kecil diciptakan untuk menulis lembaran ilmu dan gambaran cantik, atau
sekedar catatan kecil yang digunakan oleh orang-orang sibuk, atau kertas berisi nomor penting dan surat-surat
penting yang disimpan di lemari-lemari rapi dengan bendel khusus. Tapi tidak
sepertiku. Kertas sepertiku hanya digunakan dalam masalah egoisintras dan tidak
bermakna. Padahal sosok muda yang menjumputku adalah sebuah generasi. Entahlah,
mungkin ini hanya cerita dan takdir palsu dari Tuhan.
Pagi
itu aku masih tertata di etalase toko peralatan tulis “Pelajar”. Aku masih
dengan teman-temanku dalam satu bendel. Takdirku mulai dari situ, aku melihat
dari kejauhan seorang pelajar dengan motornya menunjang ember, dan “sreet”,
sepertinya dia tergesa-gesa pagi itu. Dia kelihatanya masih di bangku sekolah
atas. Aku menengok melihat jam “pukul tujuh lima belas?” benaku. Sepertinya
anak itu telat pergi ke sekolah.
“beli
kertas isi mbak!”, katanya kasar pada seorang pelayan toko.
“berapaan
mas? Ukuranya?”, ujar mbak penjaga toko.
“ahh..yang
biasa aja deh!”
Akhirnya
hari itu juga aku berpisah dengan teman-temanku. Aku dijual oleh anak itu.
Akhirnya aku dimasukan kedalam tas, didalam tas sangat gerah, bau tas seakan
seperti bau rokok. Aku melihat sekeliling, dan ku tengok ternyata ada buku-buku pelajaran. “hah . . . “ aku
juga melihat buku-buku porno dan sejumlah batang rokok Mild. Ternyata anak ini adalah anak yang berantakan. “siiittttt ….”
Sepertinya motor sudah terhenti.
Akupun
dikeluarkan diatas meja. “Anak-anak hari
ini ulangan” kata seorang wanita tua berambut putih, memakai kaca mata, dan
memegang laptop Acer nya. Ku dengar
bisikan dari anak yang membawaku, “Bajingan loe bu’!!!!, gue blom belajar nie”.
Lalu sepotong kertas bertuliskan “reaksi kimia” terpampang di meja menjadi
sarapan pagi bagi bocah itu. Kemudian bocah itu menorehkan tinta padaku.
Sepertinya anak itu menuliskan jawaban padaku, “apakah dia menuliskan jawaban
yang sebenarnya?”
“Waktu habis!!” kata wanita tua itu. “sial….masih
banyak yang blom gue kerjain nie”. Lalu akupun dibawa kedepan kelas dan
ditumpuk bersama kertas-kertas lain. Lalu kelaspun berakhir dan aku dibawa ke
meja guru.”srrreett…ssrreett, dasar
bodoh.” Kata wanita tua kepadaku. Banyak sekali tinta merah yang menodaiku.
Yang paling aku kagetkan adalah tulisan tinta merah bertuliskan 0,5.
Pagi
harinya wanita tua itu membawaku kedalam kelas. Lalu dia mengembalikanku kepada
bocah itu. Akupun tau bahwa nama bocah
itu adalah Darma. “Darma….kenapa nilai ulanganmu seperti ini ?” kata si tua.
“Tau lah bu”, jawab darma. “owh…menyepelekan saya??? kelluuuaaarrr!!!” lalu
darma membawaku keluar kelas. Dia langsung menuju motornya di parkiran,
memasukkanku kedalam tas, lalu, Gelap…
Setelah
berkutat dengan barang-barang terkutuk di dalam tas, akhirnya akupun
dikeluarkan kembali. “Astaga….apa itu?” segerombolan anak-anak nakal berkumpul,
merokok, dan mabuk-mabukan. “Lalu untuk apa aku dikeluarkan?”
“Hei bro. . .ada barang baru nih”
kata darma. “apa ??” kata salah seorang temannya.
“nihh..” Darma menyodorkan
sebungkus serbuk putih.
“weiittss. .gue mau tuh, sini..”
Lalu anak-anak itu mulai
mengeluarkan serbuk putih itu dan menghirupnya.
“Astaga…itu sabu-sabu”. Aku
semakin kaget ketika salah seorang dari mereka mengambilku dan meletakkan sabu
itu di atasku. “Hufh..malang sekali nasibku.” Tak selang beberapa lama,
terdengar sirene. Polisi datang dan merekapun
bubar tak karuan. Anak yang membawaku termasuk salah satu dari mereka
yang tertangkap. Lalu bagaimana dengan nasibku?? Aku dibuang begitu saja
bersama sabu-sabu itu. Aku…selambar
kertas malang pembungkus barang terkutuk yang terlempar ditanah, dan tak tau
sampai kapan aku akan disini……
The
End
Sabtu, 22 Oktober 2011
0 comments:
Post a Comment